Kata dan Istilah Bahasa Sunda yang Unik dan Semakin Jarang Digunakan



Konon, bahasa Sunda adalah bahasa yang melibatkan rasa. Ini katanya karena berhubungan dengan banyak hal selain urusan hati juga kedekatan dengan alam. Salah satu keunikan ada dalam kecap anteuran atau ada juga yang menyebutnya dengan ‘Kecap Panganteur’ merupakan jenis kata dalam Bahasa Sunda yang mengemban tugas sebagai pengantar verba melalui deskripsi suara dalam bentuk kata-kata, menirukan bunyi, yang menggambarkan suatu aktivitas yang diungkap dalam verba-verba tertentu, misalnya: am dahar, beretek lumpat, pelenyun udud, dut hitut, gék diuk, dll.

Tak heran, bila yang sedang belajar bahasa Sunda biasanya banyaknya hanya sampai permukaan saja alias standar-standarnya saja. Ada banyak istilah atau kata yang bisa digali dalam bahasa Sunda yang menunjukkan ekspresi rasa. Dan ini hanya bisa dimaknai jika si lawan bicara mengerti benar konteks yang dibicarakan.

Mau tahu beberapa contoh kata istilah tersebut. Berikut ini mungkin bisa jadi beberapa referensi.

1. Sidéang
Kegiatan sidéang ini dilakukan biasanya oleh masyarakat pilemburan untuk 'menghangatkan tubuh' di depan hawu alias tungku di dapur. Biasanya dilakukan pada pagi hari/subuh sambil mirun seuneu (membakar kayu bakar). Nah, sembari sidéang tersebut, biasa juga sambil mubuy sampeu alias membakar singkong di bara bekas pembakaran/pasir (lebu). Bisa juga sambil mubuy pisang yang masih agak mentah. Makannya sambil ditemani seruput kopi tubruk atau teh manis hangat. Pokona mah, pédo bin nikmat pisan lah di tengah suasana udara pagi yang bikin mengigil.

2. Clom giriwil
Ini istilah yang digunakan bagi mereka yang hobi memancing ikan. Ini menggambarkan situasi ketika kita melempar pancingan, si umpan pancing langsung disambar ikan alias strike kalo sekarang mah. Istilah lain yang digunakan untuk situasi ini bisa juga clom kunyunyud.

3. Kongkorong
Ini sekarang jarang digunakan oleh generasi kekinian. Dulu, orang tua sering menggunakan istilah ini untuk menyebut perhiasan yang dipasang di leher. Ya...ini istilah untuk 'kalung'. Selain itu, ada juga istilah lain buat perhiasan yang dipasang di mata kaki yang disebut génggé. Seiring perkembangan zaman, istilah-istilah ini makin meredup seperti istilah lain misalnya sebutan tasma untuk 'kacamata', kancing cetét (kancing kecil), licinan (setrikaan), dan lainnya.

4. Burung
Ini bukan sebutan nama binatang. Istilah ini biasa dipakai kira-kira 'hal yang secepatnya akan terjadi.' Misalnya, dalam kalimat: "Nu maok HP téh moal lila gé moal burung kapanggih." (Yang mencuri HP gak akan lama lagi pasti akan ketahuan.). Namun, istilah burung pun bisa merujuk pada orang yang mengalami gangguan jiwa, misal: "Dasar si éta jelema burung, geus tong dianggap!" (Dasar dia orang gila, sudah jangan dianggap!).

5. Punah
Ini juga jarang digunakan sekarang. Dimana untuk menjelaskan arti 'impas' atau 'lunas'. Misal, "Hutang urang ka maneh geus punah nya?" (Utang saya pada kamu udah lunas ya?).

6. Baramaén
Ini untuk menyebut orang yang suka meminta-minta (jajaluk) alias pengemis.

7. Sanget
Untuk menggambarkan suasana lokasi yang angker ada "penunggunya".

8. Gunem catur
Istilah untuk suasana dialog dua orang atau lebih.

9. Patali marga
Istilah bahasa Sunda untuk jalan raya.

10. Biantara
Adalah istilah untuk 'pidato'.

Kata/istilah lainnya yang sekarang jarang digunakan:
- mahugi = memberi barang/sesuatu pada yang terkasih
- eunteung = cermin
- disepitan = disunat
- rosa = lebih dari biasanya/kebiasaan
- songsong = potongan bambu untuk meniup kayu bakar di hawu (tungku)
- malahmandar = diucapkan untuk menyebut yang sangat diharapkan, contoh: "Kuring rék indit tiheula ka Bandung naék karéta api, malahmandar meunang jadwal pangheulana." (Saya mau berangkat duluan ke Bandung naek kereta api, semoga dapat jadwal lebih awal.)
- lisung = tempat menumbuk padi, ukuran memanjang. Jubleg = ukuran lebih pendek
- lawon = kain
- bola = benang
- lamak = sisa kain (perca)
- ubar = obat
- golodog = tempat naik turun ke rumah, biasa juga jadi tempat duduk (babancik)
- hurang = udang
- ririwa = hantu (jurig) yang arwahnya mati tidak sempurna
- pacilingan = kakus di atas kolam
- padaringan = tempat menyimpan beras

----------
Artikel lainnya seputar bahasa Sunda LIHAT DI SINI

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS