Kenangan Ngabuburit Ala Anak-Anak Bandung Tahun 80-90an



Ngabuburit Tempo dulu

Datangnya bulan suci Ramadan mengubah suasana kegiatan masyarakat, salah satunya di Tatar Sunda ada istilah "ngabuburit". Ngabuburit berasal dari akar kata burit, waktu menuju adzan Magrib berkumandang. Kata ngabuburit adalah kata dasar burit yang artinya sore yang sudah  melalui proses rajékan dwipurwa/ reduplikasi suku kata pertama dengan penambahan imbuhan  (rarangken hareup) nga- + burit yang artinya menunggu datangnya waktu magrib.

Bagi anak zaman now, kegiatan ngabuburit mungkin tak lepas dari main smartphone dengan mabar main games, stalking di medsos, atau nonton Youtube. Atau juga dengan main games konsol seperti PS. Namun, tak sedikit pula yang mengisinya dengan kegiatan keagaaman seperti ikut pengajian atau
pesantren kilat.

Sementara bagi barudak era 80-9an, kegiatan ngabuburit  merupakan momen yang menjadi kenangan tersendiri. Kala itu, hiburan di televisi kurang menarik dibanding sekarang. Awalnya hanya ada stasiun TVRI, lalu muncul stasiun TV swasta seperti RCTI, SCTV, dan TPI (kini MNCTV). Namun, hiburan mabar alias main bareng jaman harita tentulah lebih asyik dimana kekompakan, kebersamaan, olahraga, hingga hubungan sosial lebih terasa diantara anak-anak.

Berikut ini beberapa kegiatan ngabuburit ala anak Bandung era tahun 80-90an:

1. Dari main Ludo sampai ngadu gambar
Dulu, namanya alat permainan Ludo, Halma, Ular Tangga, sampai Monopoli biasa disiapkan saat bulan puasa menjelang. Anak-anak pada sore hari akan berkumpul buat main bareng, biasanya di teras rumah atau di dalam rumah. Mereka biasa asyik main bareng sampai sebentar lagi adzan Magrib berkumandang.

Buat anak cowok, yang tak boleh dilewatkan adalah main adu gambar. Dulu, gambar dengan merek Gunung Kelud jadi primadona. Gambar biasanya dipotong satu per satu. Gambar yang di belakangnya ada keterangan rambu-rambu lalu lintas tersebut biasa diadukan dimana yang menang yang nomornya paling besar. Atau bisa juga digeplak dimana yang jatuhnya bukan gambar (rambu lalu lintas) itu yang kalah.

2. Anak-anak perempuan main anjang-anjangan
Buat anak perempuan, main anjang-anjangan jadi favorit. Mereka berkumpul di teras rumah dan maina layaknya seperti ibu rumah tangga, terutama main masak-masakan. Setelah selesai, mereka saling berkunjung buat mengantarkan "masakannya". Permainan ini sekarang mirip main rumah Barbie dimana selain masak, juga ada permainan memasang baju di model kertas.

Bila sudah bosan main anjang-anjangan, biasa diteruskan main sapintrong dengan karet gelang yang diruntuy. Atau juga main bal beklen dengan alat bekel dan kuwuk (cangkang kerang). Permainan lainnya ada pula main siki (biji) asam. Dengan permainan menembak biji asam yang terlebih dahulu jarak antara biji asam "digurat" pakai telunjuk.

3. Main di lapangan

Ini yang pastinya sangat seru. Dulu lapangan merupakan titik kumpul alias public area bagi bocah-bocah. Di lapangan inilah, anak-anak dari setelah sholat Ashar bisa sepuasnya main layangan, ngadu kaleci (main kelereng), ucing jidar, ucing sumput (petak umpet), galah asin, sampai main lodong.

Ya, main lodong jadi ciri khas permainan anak-anak waktu itu. Berbekal lodong bambu yang diberi lobang di dekat bukunya, dimasukkan karbit, lalu diututup sebentar... dan duaaaar! Meledaklah sang lodong. Buat menyalakannya pakai saja lilitan kecil kain yang direndam sebentar di minyak tanah lalu dibakar. Tak sedikit pula anak-anak kampung yang main perang lodong dengan kampung sebelah.

Selain lodong, ada juga permainan petasan yang kini sudah dilarang pemerintah. Memang main petasan ini menghibur, tapi juga kadang mengundang petaka. Tak sedikit anak-anak yang jadi korban ledakan petasan. Makanya pemerintah pun akhirnya melarang produksi dan peredaran petasan. Bagi yang ngulik, untuk bahan ledakan seperti petasan pun bisa dibikin dari busi motor. Dimana di dalamnya buat isi mesiu dan ujung busi biasa dipasang rumbai-rumbai dari tali rapia. Lempar ke atas dan terdengarlah suara duarrr saat sampai di bawah.

4. Ngabuburit sambil baca
Kegiatan membaca pun kerap jadi pilihan saat ngabuburit tempo dulu. Beruntunglah yang di daerahnya ada taman bacaan. Bila tidak, bisa pinjam teman yang biasa koleksi majalah, buku, atau komik. Anak-anak biasa membaca majalah Bobo, buku novel Lima Sekawan, atau komik Gareng-Petruk yang murah meriah. Kalau ingin lebih "mendidik" tentang akhirat bisa baca komik Siksa Neraka yang bikin anak-anak SD langsung mendadak solih dan rajin sholat. Gambarnya itu lho!

5. Main game watch sampai dingdong
Ini ngabuburit yang rada nehnologi waktu itu. Bagi yang punya uang lebih, biasanya di rumah punya konsol Nintendo atau Sega. Atau bisa beli game watch yang harganya lumayan. Bila gak kebeli, bisa nyewa game watch di si Mang yang biasa menyewakan berkeliling kampung atau dekat sekolahan. Sewanya cukup bayar Rp50 perak. Sementara bagi yang punya uang koin 100, waktunya main game konsol dingdong yang biasanya ada di sekitar permukiman atau bisa ke Alun-Alun Bandung kalo pengen lengkap.

6. Dengerin radio
Ini yang biasa jadi pilihan ngabuburit di zaman Orde Baru. Sambil menahan perut lapar dan haus, rebahan sambil dengerin radio jadi favorit. Waktu itu bisa dengar cerita drama radio dari Saur Sepuh sampai Joni Kukuh. Atau dengerin ceramah dari da'i sejuta umat Zainuddin MZ. Bagi yang suka ceramah bahasa Sunda, ada da'i kondang asal Jawa Barat yakni KH AF Ghozali. Dan tentunya, buat memastikan waktu adzan Magrib telah berkumandang, siaran adzan dari radio pun biasa jadi rujukan.

7. Ngabuburit jalan-jalan
Karena puasa gak boleh terlalu menguras fisik, pada sore hari jalan kaki atau ngabring naik sepeda keliling kampung jadi pilihan. Jalan-jalannya pun santai, yang penting bisa membunuh waktu agar nanti balik lagi ke rumah waktunya dekat dengan adzan Magrib.

Bagi yang punya modal, bisa main ke Alun-Alun Bandung sekalian belanja. Namun ini biasanya ditemani sama orangtua. Lokasi lainnya di bisa di tempat keramaian terdekat, misal di Timur ada kawasan Ujungberung; di Selatan ada kawasan Pasar Dayeuhkolot atau Pasar Ciparay; di Utara ada kawasan Dago dan Gasibu.

8. Ngabuburit di sekolah
Mungkin sampai sekarang pun kegiatan ini jadi tradisi. Di bulan Ramadan, setiap sekolah biasanya menggelar kegiatan pesantren kilat. Selain di sekolah, juga di masjid lingkungan sekitar biasa menggelar kegiatan Ramadan buat anak-anak.

---------------
Artikel lainnya seputar Kenangan Bandung Tahun 80-90an LIHAT DI SINI

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS