Masih tentang kisah di balik kisah sukses dongeng Sunda "Si Rawing". Dongeng ini mampu menghipnotis urang Sunda untuk setia di depan radio mereka. Gaya Wa Kepoh mendongeng memang memberi hiburan tersendiri. Ditambah lagi pada zaman Orde Baru dahulu, hiburan masih terbatas. Televisi hanya ada TVRI dan siarannya tidak seperti sekarang yang full time. Dulu, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa menjadikan radio sebagai hiburan utama.
Karena biasanya siaran radio bisa full dibanding stasiun televisi plat merah waktu itu. Maka, dongeng Sunda Si Rawing yang dibawakan pendongeng kelahiran Bandung, 15 Januari 1951 ini pun menjadi idola utama untuk didengarkan, selain kisah cerita radio "Saur Sepuh" yang menasbihkan Brama Kumbara sebagai sosok idola masa itu.
Belajar Mendongeng Secara Otodidak
Dari penuturan sosok Wa Kepoh -yang mulai mendongeng sejak 1961- didapatkan informasi bahwa dia mendongeng tidak melalui jalur khusus, alias otodidak. Kepiawaiannya membawakan suara khas pendekar, preman, anak-anak dan tentunya suara perempuan (yang menjadi ciri khas dia), didapatkan dari proses berlatih. Ciri lainnya adalah dengan adanya iklan-iklan yang ia bikin sendiri dengan mengandalkan variasi suara untuk tokoh-tokohnya.
Pada waktu itu, iklan obat memang menjadi sponsor utama yang turut mendukung meledaknya dongeng-dongeng Sunda di Radio. Bahkan, jika Anda melihat pada iklan-iklan obat sekarang biasa ada peringatan: "Jika sakit berlanjut, segera hubungi dokter." Peringatan ini mulanya berawal dari iklan-iklan audio yang dibuat Wa Kepoh, dimana setiap selesai iklan, dia biasa mengucapkan: "Lamun gering kateterusan, geuwat tepungan dokter!" yang artinya sama.
Dari penuturan sosok Wa Kepoh -yang mulai mendongeng sejak 1961- didapatkan informasi bahwa dia mendongeng tidak melalui jalur khusus, alias otodidak. Kepiawaiannya membawakan suara khas pendekar, preman, anak-anak dan tentunya suara perempuan (yang menjadi ciri khas dia), didapatkan dari proses berlatih. Ciri lainnya adalah dengan adanya iklan-iklan yang ia bikin sendiri dengan mengandalkan variasi suara untuk tokoh-tokohnya.
Pada waktu itu, iklan obat memang menjadi sponsor utama yang turut mendukung meledaknya dongeng-dongeng Sunda di Radio. Bahkan, jika Anda melihat pada iklan-iklan obat sekarang biasa ada peringatan: "Jika sakit berlanjut, segera hubungi dokter." Peringatan ini mulanya berawal dari iklan-iklan audio yang dibuat Wa Kepoh, dimana setiap selesai iklan, dia biasa mengucapkan: "Lamun gering kateterusan, geuwat tepungan dokter!" yang artinya sama.
Memang, selain Wa Kepoh, fenomena dongeng Sunda di Tatar Jawa Barat waktu itu menjadi idola. Setiap radio mempunyai jagoan sendiri-sendiri dalam cerita-cerita Sunda versi audio ini. Sebut saja kita mengenal Mang Barna. Dulu dikenal juga dongeng sempal guyon si Kundang yang berhasil memikat pendengar. Si Kundang, Mang Minta, atau Si Oded juga pernah merajai kisah sempal guyon Sunda di Bandung.
Ketika Si Rawing Diangkat ke Layar Lebar
Buah kesuksesan dongeng Sunda "si Rawing" ini selain mengangkat nama Wa Kepoh, juga membawa nama Sunda. Wa Kepoh menuturkan, ia sangat bersyukur dengan dongeng Sunda "si Rawing" yang ia bawakan. Ia bisa mendirikan stasiun radio sendiri dan tentunya namanya semakin dikenal. Hanya satu kekecewaan dia adalah ketika ia kurang respek ketika sosok si Rawing ini difilmkan. "Jauh dengan bayangan saya. Si Rawing adalah sosok religius yang mempunyai misi membawa nilai-nilai kehidupan berbasis agama untuk disebarkan kepada masyarakat.
"Namun, sosok si Rawing dalam edisi film jauh dari harapan saya sebagai 'bapak kandung' dia dalam versi dongeng! Hanya keerotisan dan mengandalkan perkelahian bakbikbuk tanpa memuat unsur filosofi silat di dalamnya," Wa Kepoh memancarkan raut muka kekecewaan saat ditanya tentang si Rawing dalam versi layar lebar. Katanya, kru dongeng Sunda si Rawing tidak dilibatkan dalam urusan film itu.
Si Rawing: Antara Hiburan dan Tuntunan
Dalam usia senjanya sekarang, Wa Kepoh tetap berharap agar ada penerus dongeng Sunda. Bagi beliau, dongeng adalah media pendidikan yang baik untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Mungkin sekarang zaman sudah berubah, tapi media dongeng bisa dikembangkan dalam media lain dimana masyarakat bisa menggalai khazanah lokalitas. Dalam hal ini, Wa Kepoh juga menyatakan bahwa selain sebagai sarana hiburan, dongeng si Rawing telah menjadi sumbangan kecil bagi pengenalan bahasa Sunda kepada masyarakat. Justru ini yang dibutuhkan di masa sekarang dimana bahasa Sunda kian hari kian terdegradasi dengan aneka hiburan yang kurang mendapat sentuhan lokalitas.
Wa Kepoh menutup pembicaraan dengan berpesan kepada generasi muda Sunda: "Ulah era ngomong Sunda!" alias jangan malu bicara bahasa Sunda; bahasa ibu hendaknya lebih dilestarikan. Kami jadi tertegun, dan masih terngiang gaya bicara Wa Kepoh ketika dulu memungkas kisah dongeng si Rawing di radio: "Euleuh...waktosna parantos seep....permiossssssss!!" *Tim liputan www.wisatabdg.com
Ketika Si Rawing Diangkat ke Layar Lebar
Buah kesuksesan dongeng Sunda "si Rawing" ini selain mengangkat nama Wa Kepoh, juga membawa nama Sunda. Wa Kepoh menuturkan, ia sangat bersyukur dengan dongeng Sunda "si Rawing" yang ia bawakan. Ia bisa mendirikan stasiun radio sendiri dan tentunya namanya semakin dikenal. Hanya satu kekecewaan dia adalah ketika ia kurang respek ketika sosok si Rawing ini difilmkan. "Jauh dengan bayangan saya. Si Rawing adalah sosok religius yang mempunyai misi membawa nilai-nilai kehidupan berbasis agama untuk disebarkan kepada masyarakat.
"Namun, sosok si Rawing dalam edisi film jauh dari harapan saya sebagai 'bapak kandung' dia dalam versi dongeng! Hanya keerotisan dan mengandalkan perkelahian bakbikbuk tanpa memuat unsur filosofi silat di dalamnya," Wa Kepoh memancarkan raut muka kekecewaan saat ditanya tentang si Rawing dalam versi layar lebar. Katanya, kru dongeng Sunda si Rawing tidak dilibatkan dalam urusan film itu.
Si Rawing: Antara Hiburan dan Tuntunan
Dalam usia senjanya sekarang, Wa Kepoh tetap berharap agar ada penerus dongeng Sunda. Bagi beliau, dongeng adalah media pendidikan yang baik untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Mungkin sekarang zaman sudah berubah, tapi media dongeng bisa dikembangkan dalam media lain dimana masyarakat bisa menggalai khazanah lokalitas. Dalam hal ini, Wa Kepoh juga menyatakan bahwa selain sebagai sarana hiburan, dongeng si Rawing telah menjadi sumbangan kecil bagi pengenalan bahasa Sunda kepada masyarakat. Justru ini yang dibutuhkan di masa sekarang dimana bahasa Sunda kian hari kian terdegradasi dengan aneka hiburan yang kurang mendapat sentuhan lokalitas.
Wa Kepoh menutup pembicaraan dengan berpesan kepada generasi muda Sunda: "Ulah era ngomong Sunda!" alias jangan malu bicara bahasa Sunda; bahasa ibu hendaknya lebih dilestarikan. Kami jadi tertegun, dan masih terngiang gaya bicara Wa Kepoh ketika dulu memungkas kisah dongeng si Rawing di radio: "Euleuh...waktosna parantos seep....permiossssssss!!" *Tim liputan www.wisatabdg.com
---------------
Artikel lainnya seputar Kenangan Bandung Tahun 80-90an LIHAT DI SINI
-----------
Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS