Kang Ibing: Humor Bukan untuk Merendahkan Manusia



Dulu ketika almarhum masih jumeneng jangan pernah mengatakan "Tuh, aya si Ibing!" atau "Ah, si Ibing mah aya-aya wae!". Walaupun sosoknya lebih dikenal sebagai pelawak, namun Kang Ibing merasakan bahwa apa yang dia lakukan bukan sebagai objek ledekan yang lebih bersifat merendahkan. Baginya, ketika dia melawak, itu adalah tuntutan dia sebagai seniman. Apalagi kemudian ia pun menjadi pendakwah. Ia ingin diposisikan bukan sebagai pelawak saat ceramah (walau isinya kadang membuat perut terpingkal-pingkal). Jadi, ketika Anda merasakan bahwa karena rasa humor bisa merasa "mendekatkan" Anda dengan Kang Ibing, dulu Kang Ibing bisa marah besar jika diperlakukan dengan perkataan seperti itu. Bagi Kang Ibing, masyarakat yang cerdas harus bisa menempatkan konteks humor dengan konten yang selain membuat tertawa, juga membuat penikmatnya berpikir.

Seniman Sunda yang hobi memelihara domba adu ini punya prinsip, humor bukan untuk melecehkan manusia yang satu dengan yang lainnya. Humor adalah proses kreatif yang tidak sembarangan dimiliki setiap orang. Humor pada hakikatnya "ngageuing" alias memberi kesadaran bahwa kita makhluk yang lemah dan menyadari kelemahan tersebut untuk bertindak hakikatnya manusia. Makanya, Kang Ibing paling anti ketika para pelawak saling menjatuhkan objek lawan bicara dengan urusan fisik. Menurutnya, walaupun tampang dalam setiap peran yang ia mainkan seperti orang lugu, namun bukanlah sosok manusia bodoh. Keluguan adalah pemicu untuk memunculkan nuansa humor cerdas, dari yang tidak terpikirkan oleh penonton/pendengar bisa menjadi luar biasa akibat polah tingkah lakunya yang lugu.


Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata (lahir di Sumedang, 20 Juni 1946 – meninggal di Bandung, 19 Agustus 2010) adalah nama asli Kang Ibing. Sosok seniman Sunda terah Kerajaan Sumedang Larang yang menjadi legenda dalam bodor Sunda ini adalah anggota grup lawak De'Kabayan yang terdiri antara lain Aom Kusman dan Suryana Fatah. Pelawak ini juga aktif dalam kesenian Sunda dan telah menciptakan beberapa kawih Sunda. Juga sebelum meninggal dunia, ia menciptakan karya drama Sunda berjudul "Juragan Hajat". Pentas drama karyanya ini sukses dipentaskan di sebuah hotel besar di Bandung.
 
Setamat SMA, ia meneruskan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dengan mengambil jurusan Sastra Rusia. Untuk itulah, sumber-sumber humornya banyak yang ia perdalami dari Rusia dan juga negara-negara Eropa lainnya. Ia pun aktif di kegiatan-kegiatan Sunda sampai menjadi bobotoh Persib dan menyanyikan lagu khusus untuk tim sepakbola kesayangan urang Bandung ini.  Semasa hidup, sosok pencinta buku itu aktif di organisasi Daya Mahasiswa Sunda (Damas). Ia pernah juga menjadi penasihat Departemen Kesenian Unpad dan pernah juga menjadi Asisten Dosen di Fakultas Sastra Unpad (Sekarang Fakultas Ilmu Budaya).

Karier Kang Ibing diawali pada 1975. Saat itu, sutradara Tutty Suprapto menjadikanya aktor utama pada film “Si Kabayan”. Lalu, karier filmnya pun merambah, antara lain dalam fiilm “Ateng The Godfather” (1976), “Bang Kojak” (1977), “Si Kabayan dan Gadis Kota” (1989), “Boss Carmad” (1990), “Komar Si Glen Kemon Mudik” (1990), “Warisan Terlarang” (1990) dan “Di Sana Senang Di Sini Senang” (1990), dll. Ia pun dikenal sebagai penyiar di Radio Mara FM Bandung. Siarannya setiap malam Jumat kerap ditunggu oleh para penggemarnya. Bahkan, tak sedikit siarannya direkam untuk dijadikan koleksi. Tak heran jika sekarang pun kita masih bisa mendengarkan cerita-cerita bobodoran Kang Ibing di internet. Hal ini karena rekaman siarannya banyak yang mengunggah ke dunia maya.

Pada Ramadhan 2010, Kang Ibing meninggal dunia di Rumah Sakit Al Islam Bandung, Kamis, 19 Agustus 2010 pukul 21.00. Kang Ibing meninggal sekitar pukul 20.45 WIB setelah terjatuh di rumahnya yang terletak di daerah Pandan Wangi, tepatnya di Margawangi Estate Jalan Kencana Wangi No 70 RT 1 RW 13 Kelurahan Cijawura, Kecamatan Buah Batu. Beliau dimakamkan di pemakaman Gunung Puyuh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.


Beberapa minggu sebelum meninggal, ia sempat mengisi acara di Pameran Buku Bandung 2010 di Gedung Landmark Jalan Braga. Kondisinya sudah terlihat pucat, namun semangatnya saat menyampaikan orasi humor Sunda tidak mencirikan ia tengah dirundung sakit. Saat itu, ia menjadi wakil dari redaksi majalah Humor Sunda Cakakak untuk menyampaikan esensi humor dalam kehidupan manusia. Salah satu yang ia sampaikan  bahwa "humor" Tuhan paling tinggi adalah kematian yang pasti datang dalam diri manusia.

-----------

Baca info-info wisatabdg.com lainnya di GOOGLE NEWS